Bismillaah wal Hamdulillaah ...
Wa Laa Haula Wa Laa Quwwata illaa Billaah ...
Peristiwa Idul Fithri Berdarah di Tolikara - Papua pada 17 Juli 2015 merupakan salah satu bentuk INTOLERANSI Kristen Radikal di Indonesia.
Umat Islam Indonesia di wilayah mayoritas Kristen sering mendapat perlakuan DISKRIMINATIF bahkan PENINDASAN dan PENZALIMAN.
Semua itu mengingatkan kita akan KEZALIMAN Kristen Radikal di Ambon dan Poso, termasuk di Sambas dan Sampit ketika kelompok Kristen Radikal berhasil menunggangi "sentimen kesukuan" dan mengadu domba anak bangsa.
CECUNGUK HAM
Saat umat Islam menjadi korban DISKRIMINASI dan INTOLERANSI, semua Media Liberal bungkam, begitu juga LSM-LSM Komprador dan para pegiat HAM nya pun ikut tiarap dan senyap.
Berbeda, jika ada "Gereja Liar" yang MELANGGAR HUKUM, lalu ditutup secara "prosedur" oleh umat Islam, apalagi jika ditutup "paksa", maka Media Liberal dan LSM Komprador serta KOMNAS HAM langsung secara spontan dan sporadis berlomba-lomba "cari muka" memberitakan dan membesar-besarkannya, seperti kasus Gereja Liar Ciketing - Bekasi dan Gereja Liar Yasmin - Bogor.
Bahkan mereka berlomba-lomba pula meng "internasionalisasi" kan kasusnya agar dapat pujian Badan Internasional, sekaligus agar dapat kucuran Dana Asing atas nama perjuangan HAM.
Pada situasi demikian, bisa dipastikan, mereka langsung "koor" menyanyikan lagu HAM sambil berteriak-teriak menuding umat Islam dengan aneka label, seperti Radikal, Ekstrim, Anarkis, Intoleran, Perusuh, Tidak Nasionalis, Non Pancasilais, Anti Dialog, Musuh NKRI, bahkan TERORIS.
Itulah para CECUNGUK HAM yang suka menjual diri kepada kepentingan asing hanya untuk mengisi perutnya dengan makanan dan minuman haram.
Sayyiduna Ali RA pernah mengatakan : "Barangsiapa yang hidupnya hanya memikirkan perutnya, maka harga dirinya sama dengan apa yang keluar dari perutnya."
MR. SPEAKER & PEMUTIHAN
Selama ini, dalam berbagai kasus pembantaian umat Islam yang dilakukan Gerombolan Kristen Radikal di Tanah Air, Pemerintah RI selalu lumpuh tak berdaya.
Buktinya, tak satu pun para pembantai umat Islam di Sambas, Sampit dan Ambon yang ditangkap dan diadili hingga kini. Padahal ribuan umat Islam telah dibantai secara BIADAB.
Di Poso, hanya Tibo dan dua kawannya yang ditangkap, diadili dan dihukum mati. Sementara 14 (empat belas) nama yang disebut dan diakui Tibo cs dalam persidangan sebagai pendana dan aktor intelektual pembantaian umat Islam di Poso hingga kini tak tersentuh.
Di antara yang disebut Tibo cs tersebut adalah Pdt. Damanik yang bercokol di Tentena - Poso. Pendeta Radikal ini diakui Tibo cs sebagai orang yang membaca doa dan merestui serta melepas secara ritual "Laskar Kristus" sesaat sebelum membantai umat Islam di Poso.
Anehnya, ketika JK ditugaskan oleh negara untuk mendamaikan Islam - Kristen di Ambon mau pun Poso melalui Perjanjian Malino I dan II, JK memaksakan PEMUTIHAN bagi para pembantai umat Islam di Ambon mau pun Poso, sehingga mereka tidak bisa dan tidak boleh lagi diproses secara hukum.
Namun, ketika ada kelompok umat Islam di Poso yang marah dan tidak terima PEMUTIHAN sepihak tersebut, lalu melakukan gerakan yang dinilai "melanggar hukum", langsung saja mereka divonis sebagai Teroris, dikejar dan ditangkap, bahkan ada yang ditembak di tempat, tanpa ada peringanan sanksi hukum apa pun, apalagi "pemutihan".
Dalam kasus Tolikara, belum apa-apa JK sudah menyalahkan umat Islam dan memfitnah mereka memakai SPEAKER yang menyebabkan kemarahan Kristen Radikal. Jangan-jangan saat ini, MR.SPEAKER ini sedang pasang kuda-kuda untuk kembali memakai jurus PEMUTIHAN bagi Kristen Radikal Tolikara.
SALUT UNTUK TNI DAN POLRI
Kesigapan dan ketegasan sikap TNI dan POLRI dalam memgatasi Peristiwa Tolikara patut diacungkan jempol, karena walau pun tidak berhasil mencegah pembakaran Masjid dan Kios umat Islam, akan tetapi telah berhasil mencegah KEBIADABAN Kristen Radikal Papua yang lebih besar.
Ditembaknya sejumlah pengacau merupakan bukti keseriusan TNI dan POLRI untuk meredam agar KEZALIMAN tidak meluas. Dan ditangkapnya sejumlah pentolan Gerombolan Kristen Radikal Tolikara juga membuktikan keseriusan aparat keamanan dalam menegakkan hukum.
Kedatangan Kapolri Jenderal Badruddin Haiti ke Lokasi kejadian di Tolikara menambah kuat keseriusan Polri untuk menghimpun fakta dan data yang lebih akurat, sehingga lebih menjamin penanganan hukum yang tepat.
FPI mengapresiasi langkah Kapolri dan komitmennya untuk menuntaskan kasus Tolikara secara cepat dan tepat berdasarkan prinsip penegakan supremasi hukum yang tanpa pandang bulu.
BITUNG MEMBARA
Selain Tolikara - Papua, yang juga perlu diwaspadai adalah Kota Bitung - Sulawesi. Pada tanggal 11 Juli 2015 terjadi peristiwa Pemasangan KEPALA BABI dan ISI PERUT BABI di Lokasi Pembangunan MASJID Kawasan Perumahan Air Hujan Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara. Berikut fotonya:
Dan malam Takbiran Idul Fitri 1436 yang baru lalu kemarin, saat umat Islam melaksanakan Takbiran, mereka dilempari batu oleh Kelompok Pemuda Kristen Radikal Sulawesi yang menamakan dirinya BRIGADE MANGUNI.
Seorang Tokoh Pemuda Islam Bitung melakukan perlawanan, tapi justru kini Sang Tokoh yang mendekam di penjara dengan tuduhan melakukan pemukulan terhadap Pemuda Kristen Radikal dari BRIGADE MANGUNI, bahkan diarahkan kepada tuduhan TERORIS.
Padahal selama ini, Kota Bitung merupakan salah satu patron kota yang kental TOLERANSI antar umat beragamanya. Bahkan selama ini di Bitung, Pemuda Islam dan Pemuda Kristen Kota Bitung sering terlibat Kerja Bhakti bersama.
Namun, sejak kehadiran Gerombolan Pemuda Kristen Radikal BRIGADE MANGUNI, maka TOLERANSI Kota Bitung yang selama ini sangat harmonis mulai ternoda dan tercederai.
Inilah satu lagi bukti INTOLERANSI KRISTEN RADIKAL di Tanah Air Indonesia yang harus segera diatasi oleh para pemimpin agama mau pun pemerintahan di negeri ini. Tidak cukup hanya dengan kalimat "Kami sedih" atau "Kami Prihatin" atau pun "Kami Menyesalkan", tapi harus ada kebersamaan dalam Tindakan Nyata untuk : TEGAKKAN HUKUM ... !!!
Karenanya, masyarakat Bitung, apa pun suku dan agamanya, wajib bersatu menolak kehadiran BRIGADE MANGUNI dan harus menuntut pembubarannya, agar supaya keharmonisan TOLERANSI antar umat beragama di Kota Bitung tetap terjaga dan terpelihara.
SERUAN FPI
FPI menyerukan seluruh masyarakat agar memberi kesempatan kepada TNI dan POLRI untuk menuntaskan Kasus Tolikara mau pun Kasus Bitung. Dan FPI meminta masyarakat luas menahan diri dan mewaspadai provokasi adu domba antar umat beragama.
Selanjutnya, dalam rangka penegakan supremasi hukum di seluruh wilayah NKRI tanpa terkecuali, khususnya di PAPUA dan SULAWESI, maka FPI menyerukan :
1. Tuntaskan Kasus Tolikara dan Bitung secara KOMPREHENSIF agar tidak terulang peristiwa serupa di seluruh Papua mau pun Sulawesi, bahkan di seluruh Indonesia, sehingga tidak boleh lagi ada "Pemutihan" ala Mr. Speaker.
2. Bersihkan Bumi Papua mau pun Sulawesi dari segala peraturan DISKRIMINATIF dan INTOLERANSI terhadap umat Islam, apalagi peraturan GEREJA yang bertentangan dengan KONSTITUSI.
3. Tumpas Tuntas dan Basmi Habis seluruh Gerakan SEPARATIS di Papua yang sering menciptakan Konflik Suku mau pun Agama, dan sering membunuh aparat pemerintah mau pun warga sipil yang tidak bersalah.
Allaahu Akbar ... !!!
0 komentar:
Posting Komentar