Senin, 23 Juni 2014

SUARA ISLAM (SI) : Apa sikap FPI dalam Pilpres nanti?

HABIB RIZIEQ SYIHAB (HRS) : Sesuai Maklumat FPI tentang Pilpres 2014 yang sudah diumumkan secara resmi bahwa sehubungan dengan sikap FPI dalam Pileg 2014 yang lalu mengamanatkan suaranya ke PARTAI ISLAM yaitu PPP, PKS dan PBB, maka Sikap FPI dalam Pilpres 2014 yang akan datang tetap ISTIQOMAH mengamanatkan suaranya ke PARTAI ISLAM tersebut.

SI : Di beberapa daerah FPI menyatakan mendukung Prabowo-Hatta, benarkah demikian? Apa alasannya?

HRS : Itu "Tafsir Daerah" terhadap Maklumat FPI, padahal FPI tidak pernah menyebut nama Capres - Cawapres yang mana pun secara eksplisit. Jadi alasan Daerah menafsirkan seperti itu mudah dipahami, karena FPI dukung Partai Islam, dan Partai Islamnya berkoalisi dengan Prabowo, mereka pun mengambil kesimpulan bahwa FPI dukung Prabowo.

SI : Kenapa FPI di daerah cenderung menolak Jokowi-Kalla ? Apa alasannya?

HRS : Itu pun mudah dipahami. Karena mereka di daerah melihat dan mendengar serta mencermati bahwa aneka kekuatan ASING dan ASENG ada di sekitar Jokowi-Kalla, sehingga mereka tolak mentah-mentah.

SI : Jusuf Kalla (JK) diharapkan beberapa kalangan umat Islam menjadi pintu masuk untuk aspirasi Islam. Bagaimana menurut Habib?

HRS : Semoga begitu, karena JK selama ini dikenal dekat dengan Ormas dan Tokoh Islam. Beliau pun dikenal sebagai Pengusaha Muslim yang sukses dan Politisi Muslim yang bersih.

Hanya saja, terkadang pandangan JK soal TATHBIQ SYARIAH masih miring, belum tegak lurus. JK masih menganggap Formalisasi Syariat Islam sebagai penghinaan terhadap Syariat itu sendiri, dengan dalih tanpa Formalisasi Syariat pun umat Islam sudah wajib jalankan Syariat Islam, seperti Shalat, Zakat, Puasa serta Ibadat lainnya.  Dan soal Ahmadiyah pun JK masih menganggap sebagai persoalan kecil dan tidak prinsip.

Padahal, Formalisasi Syariat Islam secara konstitusional justru untuk menjaga agar Syariat Islam tetap tegak berdiri di tengah umatnya, dan Syariat Islam yang dimaksud tidak hanya terbatas kepada soal Ibadat, tapi juga Mu'amalat, termasuk Jinayat. Ada pun soal Pembubaran Ahmadiyah adalah harga mati yang tidak bisa ditawar, karena itu persoalan Aqidah yang sangat prinsip dan mendasar serta fundamental. Namun demikian, setidaknya JK bisa jadi rem buat Jokowi agar tidak kebablasan.

SI : Bagaimana track record Jokowi di Jakarta dan Solo menurut FPI?

HRS : Sebenarnya Jokowi itu orang baik. Dia polos, pasrah dan sederhana. Saat ini dia sedang jadi idola rakyat miskin, karena dia pandai mengambil hati mereka. Melalui program Blusukannya, dia temui rakyat kecil, dialog langsung, menampung curhat wong cilik, dan senang buat aneka hiburan untuk rakyat di bawah.

Hanya saja, Jokowi bukan sosok Negarawan, melainkan sosok Kader Setia untuk Partainya. Apa saja perintah Partai dia laksanakan, walau pun harus melepaskan tugas sebelum waktunya. Lihat saja, jabatan Walikota Solo ditinggalkan untuk rebut jabatan Gubernur Jakarta, karena perintah Partai. Kini, dia siap lepaskan jabatan Gubernur Jakarta untuk rebut jabatan Presiden, juga karena perintah Partai.

Akhirnya Jokowi pun suka seperti itu, sehingga dia menjadi Politisi Aji Mumpung, kapan lagi dia nyapres, mumpung lagi ngetop dan direstui Partai. Kesempatan macam ini belum tentu datang dua kali.

Nah, sikap Aji Mumpung Jokowi tersebut membawa MUSIBAH besar buat umat Islam. Bagaimana tidak?! Di Solo kotanya umat Islam, Jokowi sebagai Wali Kotamenggandeng seorang Katholik sebagai Wakilnya. Belum usai masa tugasnya, ikut Pilgub Jakarta, dia menang, tapi meninggalkan untuk Solo seorang Walikota Katholik.

Kini, di Jakarta juga kotanya umat Islam, Jokowi sebagai Gubernur pun menggandeng seorang Kristen sebagai Wakilnya. Belum lagi usai masa tugasnya, sudah ikut jadi Capres. Artinya, kalau Jokowi menang, lagi-lagi dia meninggalkan untuk Ibu Kota Jakarta seorang Gubernur Kristen. Apa itu bukan PEMBAWA MUSIBAH buat umat Islam ???!!!

SI : Bagaimana track record Jusuf Kalla menurut FPI?

HRS : Kita harus jujur mengakui bahwa JK BERJASA BESAR dalam menciptakan kedamaian di Aceh, Ambon dan Poso. Walau pun perdamaian tersebut bukan tanpa "cacat". Misalnya perdamaian di Poso, JK itu memaksa memasukkan klausul PEMUTIHAN DOSA bagi para pembantai umat Islam di Poso, sehingga 14 (empat belas) nama tokoh Nashrani yang disebut Tibo dkk sebelum dihukum mati dalam persidangannya, sebagai otak, gembong dan pendana pembantaian tersebut, tidak bisa diproses hukum.

Dalam perjanjian Malino, JK memaksa agar semua peristiwa sebelum perjanjian Malino diputihkan. Akibatnya, selamatlah 14 tokoh pembantai umat Islam Poso dari proses hukum hingga kini.

Dan kita juga harus akui dengan jujur bahwa kita bangga dengan JK yang dikenal sebagai  "Pengusaha Muslim" yang sukses dan "Politisi Muslim" yang bersih. Tapi kita juga tidak bisa menutup mata dari sikap JK yang kurang bersahabat dengan perjuangan Formalisasi Syariat Islam secara konstitusional di Indonesiasebagaimana saya singgung tadi.

SI : Prabowo dan Hatta sebenarnya bukan capres atau cawapres yang lahir dari rahim ormas atau gerakan Islam. Apa FPI nanti tidak takut mereka menyeleweng dari Islam di masa pemerintahannya?

Justeru itulah sebabnya FPI tidak pernah menyebut nama keduanya dalam Maklumatnya tentang Pilpres 2014. Bahkan saat ini FPI sedang mempertanyakan Kontrak Politik macam apa yg dibuat antara Partai Islam dengan Prabowo - Hatta, sehingga Partai Islam mendukungnya.

Dari PKS kami dapat informasi tentang 10 (sepuluh) poin Nota Kesepakatan PKS - Gerindra. Isinya standar dan normatif, tidak ada yang istimewa. Dari 10 poin ada 3 poin yang kental Islam, yaitu tentang pengakuan Kontribusi Umat Islam dalam Sejarah Indonesia, Kebebasan Berda'wah dan Dukungan untuk Palestina Merdeka. Ketiga poin itu sangat bagus, tapi masih global belum dirincikan. Sedang PPP dan PBB masih tertutup, entah apa kontrak politiknya, tidak jelas.

Mestinya, Partai Islam buat Kontrak Politik dalam koalisi dengan Prabowo yang transparan, tegas dan jelas serta rinci, untuk kepentingan Islam, misalnya : Keppres Pembubaran Ahmadiyah, Keppres Pelarangan Liberal, Keppres Pelarangan Miras, Keppres Pelarangan Homo dan Lesbi, Keppres Pembolehan Jilbab bagi Wanita Muslimah di sekolah, kantor, perusahaan mau pun di jajaran Pegawai Negeri baik sipil, TNI maupun Polri.

Intinya, Capres - Cawapres yang diusung Partai Islam tidak boleh Anti Syariat Islam, sebagaimana 10 amanat FPI kepada Partai Islam yang dituangkan dalam Maklumatnya tentang Pilpres 2014. Silakan lihat dan baca isi Maklumat FPI tersebut !

Selain itu, kami juga menanyakan kepada Partai Islam sampai sejauh mana Prabowo bisa dipercaya. Dan sampai sejauh mana pula Partai Islam mampu mengontrol Prabowo.

Sebab ada beberapa hal dari perilaku Prabowo dan saudaranya Hashim selaku Wakil Ketua Pembina Gerindra yang belakangan ini sangat kontroversial, sehingga membuat umat Islam gerah.

Pertama, Hashim berjanji menghapus Manifesto Gerindra tentang penjagaan terhadap "kemurnian agama" dengan dalih jargon Wahabi.

Kedua, Hashim juga berjanji jika Prabowo menang maka Ahmadiyah akan dilindungi dan Gereja Yasmin yang sudah ditolak umat Islam di Bogor akan dizinkan untuk dibangun kembali.

Ketiga, Hashim juga mengancam jika Prabowo gandeng FPI maka ia akan keluar dari Gerindra.

Keempat, Prabowo yang semula menggebu-gebu untuk menasionalisasi aset asing yang merugikan bangsa dan negara, tiba-tiba dalam pemaparan Visi Misinya di acara Partai Demokrat membatalkan tekadnya tersebut.

Kelima, Prabowo mengucapkan SALAM ANEH, yaitu Assalamu 'alikum, Salam Sejahtera, Saloom, Om Swastiastu.

Nah, semua itu maksudnya apa?! Kok, koalisi dengan Partai Islam, tapi perilaku Prabowo - Hashim begitu?! Jika tujuannya hanya untuk menggaet suara kelompok minoritas, apa tidak takut kalau justru nanti yg mayoritasnya lari?! Prabowo - Hashim harus tahu diri. Mereka itu koalisi dengan Partai Islam, jangan ambil sikap sepihak dong !!!

Disini mestinya Cawapres Hatta sebagai Kader PAN yang merupakan Partai Berbasis Islam tidak diam, tapi wajib menasihati dan mengoreksi Capres Prabowo secara rutin dan terus menerus, karena jika umat Islam lari meninggalkan Prabowo, maka Hatta pun ikut dirugikan.

SI : Bagaimana menghadapi sikap sebagian kalangan umat yang golput dalam pemilu?

Golput adalah pilihan untuk tidak memilih. Sikap tersebut harus kita hormati dan hargai. Karenanya, FPI tidak permah mengecam mereka yang Golput.

Hanya saja, FPI melihat bahwa kalau pun kita tidak dapat Capres - Cawapres IDEAL yang membela Syariat Islam, tapi setidaknya kita masih bisa memilih yang tidak memusuhi Syariat Islam. Lagi pula, umat Islam pun tetap masih punya kewajiban untuk menjaga mashlahat umat dari segala mudhorot.

Jadi disini berlaku kaidah "Wujuubul 'Amali Bi Akhoffidh Dhororain" yaitu wajib beramal dengan mudhorot yg lebih ringan.

Karenanya, bandingkan saja Prabowo dan Jokowi. Siapa yang lebih manfaat untuk Islam? Dan siapa yang lebih mudharat terhadap Islam? Caranya lihat dan cermati : Siapa yang banyak didukung Kelompok Liberal dan Aliran Sesat? Dan sebaliknya, siapa yang lebih banyak didukung Kelompok Islam?

Lalu, siapa yang dikelilingi Asing dan Aseng? Sebaliknya, siapa yang kurang disukai Asing dan Aseng? Lalu, siapa yang lebih tidak bertanggung-jawab, suka meninggalkan amanat tugas dari rakyat sebelum waktunya? Dan siapa yang punya keberanian dan ketegasan untuk melawan intervensi asing? Dan seterusnya.

Jawaban dari semua pertanyaan di atas akan mengantarkan kita kepada pilihan yang terbaik dalam keadaan darurat saat ini. Insya Allah.

SI : Kalau itu pertimbangannya, berarti FPI dukung Prabowo - Hatta ?

HRS : FPI dukung Partai Islam dan bela Syariat Islam, bukan dukung dan bela Prabowo - Hatta. Bagamana FPI mau dukung mereka, wong mereka dan Tim Suksesnya takut didukung FPI ?!

Kabar yang kami terima, menurut mereka bahwa dukungan FPI akan merugikan mereka, karena FPI dianggap icon kekerasan, sehingga dukungan FPI akan membuat para pendukung mereka lari.

Mereka lupa atau memang tidak tahu, kalau FPI saat ini, diakui atau tidak, sudah menjadi Ormas Islam besar yang berpengaruh di berbagai pelosok Daerah, dan dikenal di penjuru Dunia. Saat ini hingga hari Pilpres nanti, jutaan warga dan simpatisan FPI sedang menunggu Komando FPI.

Bagi FPI, jika Prabowo bela Islam secara terang-terangan, maka FPI bela Prabowo secara terang-terangaan juga. Dan jika Prabowo bela Islam secara sembunyi-sembunyi, maka FPI bela Prabowo secara sembunyi-sembunyi juga.

Jika Prabowo dengan Komitmen Islam minta dukungan FPI secara langsung, maka FPI akan dukung Prabowo secara langsung juga. Dan jika Prabowo dengan Komitmen Islam minta dukungan FPI secara tidak langsung, maka FPI pun dukung Prabowo secara tidak langsung. Tapi jika Prabowo tidak mau bela Islam, maka tentu FPI haram bela Prabowo.

SI : Menurut prediksi Habib, apakah Prabowo akan menang dalam Pilpres 2014 ini ?

HRS : Jika Prabowo dan saudaranya Hashim tidak sombong dan tidak angkuh, serta tidak lagi bersikap dan berperilaku seenaknya, seperti lima perkara yang saya sebutkan tadi, maka saya yakin, Insya Allah, Prabowo - Hatta akan MENANG.

Namun, jika sikap dan perilaku mereka semaunya, tetap sombong dan angkuh, serta tidak menghargai Partai Islam sebagai Kawan Koalisi, maka saya juga yakin, Insya Allah, Prabowo - Hatta akan KALAH, karena umat Islam akan lari dan memilih GOLPUT daripada memilihnya.

Bagi FPI, siapa pun yang menang, maka FPI tetap akan terus berjuang, untuk menuju NKRI Bersyariah. Allaahu Akbar !

SI : Bagaimana pandangan Habib tentang demokrasi yang dianut pemerintah saat ini?

HRS : Indonesia adalah Negara Musyawarah, bukan Negara Demokrasi, sesuai amanat Pancasila sila keempat yang juga termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Nama Lembaga Tertinggi Negara RI pun MPR yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat, bukan Majelis Perdemokrasian Rakyat. Alhamdulillaah ...

SI : Bisakah demokrasi diislamkan ?

HRS : 'Afwan Bung. Islam bukan Demokrasi. Dan Demokrasi bukan Islam. Jika Demokrasi sudah diislamkan, maka bukan Demokrasi lagi namanya. Syukron.


Sumber: Tabloid Suara Islam

Wawancana Suara Islam Bersama Habib Rizieq Seputar Pilpres 2014

SUARA ISLAM (SI) : Apa sikap FPI dalam Pilpres nanti? HABIB RIZIEQ SYIHAB (HRS) : Sesuai Maklumat FPI tentang Pilpres 2014 yang sudah diumum...

Sabtu, 07 Juni 2014


Imam Kholil bin Ahmad rhm pernah menyatakan : "Manusia itu ada empat jenis : Pertama, orang yang tahu dan tahu kalau dirinya tahu, itulah orang ALIM, maka ikutilah dia. Kedua, orang yang tahu tapi tidak tahu kalau dirinya tahu, itulah orang LALAI, maka sadarkanlah dia. Ketiga, orang yang tidak tahu tapi tahu kalau dirinya tidak tahu, itulah orang MUSTARSYID (yang butuh petunjuk), maka tunjukkanlah dia (ke jalan yang benar). Keempat, orang yang tidak tahu dan tidak tahu kalau dirinya tidak tahu, itulah orang JAHIL, maka tinggalkanlah dia." Kata hikmah luar biasa ! 

Pertanyaannya : Kenapa Si Jahil ditinggal bukan diajar ? Jawabnya : Bagaimana mau diajar, dia sok tahu, sering sok lebih pintar dari Ulama, bahkan suka hina Ulama. Nah, kalau Ulama saja dilawan, apalagi yang bukan Ulama ?! Orang Betawi bilang : Sudah Bodoh, Teka Lagi !!! 

Jadi, orang model ini memang harus dikucilkan agar SADAR akan kebodohannya. Jika sudah sadar, dan tahu kalau dirinya tidak tahu, maka dia naik kelas jadi MUSTARSYID, barulah kita ajar. 

Semoga kita bisa belajar dari mutiara hikmah ini. Aamiiin ...

(Sumber Hikmah : Kitab Ihya Ulumiddin karya Imam Ghazali rhm)

Empat Jenis Manusia

Imam Kholil bin Ahmad rhm pernah menyatakan : "Manusia itu ada empat jenis :  Pertama , orang yang tahu dan tahu kalau dirinya tahu, it...

Kamis, 05 Juni 2014

Hasil Musyawarah DPP Front Pembela Islam (FPI), pada Rabu 5 Sya’ban 1435 H/ 4 Juni 2014 memutuskan, bahwa sesuai dengan Sikap Politik DPP FPI pada Pileg 2014 yang mengamanatkan suaranya kepada PARTAI ISLAM yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Bulan Bintang (PBB), maka DPP FPI dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 menyatakan ISTIQOMAH menyerukan umat Islam agar tetap memberikan suaranya untuk PARTAI ISLAM yaitu PPP, PKS dan PBB dengan menitipkan 10 Amanat Perjuangan Islam kepada Capres dan Cawapres yang didukung oleh Ketiga PARTAI ISLAM tersebut, tanpa melakukan KAMPANYE HITAM.

Adapun Isi Maklumat Front Pembela Islam (FPI), dan Rincian 10 Amanat Perjuangan Islam tersebut sebagai berikut :

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Setelah melalui Musyawarah Pimpinan DPP-FPI dengan pertimbangan syar’i, atas semua masukan dari internal mau pun eksternal organisasi dan perkembangan situasi politik dalam negeri, serta sesuai dengan Sikap Politik DPP-FPI pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014 yang telah menyerukan segenap pengurus, anggota dan simpatisannya serta segenap umat Islam di seluruh Indonesia untuk memberikan amanat suaranya kepada PARTAI ISLAM yaitu PPP, PKS dan PBB, maka DPP-FPI dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 menyatakan tetap :

ISTIQOMAH

Menyerukan umat Islam agar tetap memberikan suaranya kepada PARTAI ISLAM yaitu PPP, PKS dan PBB dengan menitipkan amanat agar PARTAI ISLAM tersebut terus menerus mendorong pasangan Capres dan Cawapres RI yang didukungnya untuk secara konsisten MEMPERJUANGKAN :

1. Pembelaan terhadap agama, bangsa dan negara dengan sungguh-sungguh.

2.Pelaksanaan ajaran agama dan aturan perundang-undangan sebaik-baiknya.

3. Perlindungan bagi upaya Formalisasi Syariat Islam secara KONSTITUSIONAL ke dalam perundang-undangan sebagai bentuk pengamalan Pancasila dan UUD 1945 yang telah menjadikan KETUHANAN YANG MAHA ESA sebagai DASAR NEGARA.

4. Jaminan kebebasan menjalankan ibadah dan syariat bagi tiap agama sesuai dengan ajarannya masing-masing.

5. Pelarangan segala bentuk penistaan dan penodaan terhadap agama apa pun.

6. Pembasmian Ahmadiyah, Komunisme, Kapitalisme dan Sepilis (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme), serta Aliran Sesat lainnya.

7. Pemberantasan Korupsi, Narkoba, Miras, Judi, Perzinahan, Prostitusi, Sex Bebas, Pornografi, Pornoaksi, Mafia, Gangster, Premanisme, Homo dan Lesbi serta Ma’siat lainnya.

8. Pembolehan JILBAB bagi Wanita Muslimah di sekolah-sekolah dan Perguruan Tinggi serta di kantor-kantor dan perusahaan, termasuk di jajaran PEGAWAI NEGERI baik SIPIL mau pun TNI dan POLRI.

9. Pemberlakuan AZAS PROPORSIONAL dalam mencalonkan mau pun mengangkat dan menetapkan jabatan-jabatan publik di semua instansi dan sektor kehidupan berbangsa dan bernegara.

10. Proses Hukum terhadap semua Pelanggaran HAM dan KEJAHATAN KEMANUSIAAN yang dilakukan oleh Densus 88 sejak didirikan hingga sekarang.

    Kepada semua anggota dan simpatisan FPI di dalam mau pun di luar negeri, diserukan untuk mengkampanyekan seruan ini, mengikuti Pilpres 2014, memastikan nama ada dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), mengawasi tiap-tiap Tempat Pemungutan Suara (TPS), mengawal Kotak Suara dari TPS hingga ke KPU Pusat, dan melawan segala bentuk kecurangan untuk Pemilu yang adil, jujur dan amanat.

    DPP-FPI menyerukan segenap umat Islam dan seluruh komponen bangsa agar berpolitik yang berakhlaqul karimah, dan agar tidak melakukan KAMPANYE HITAM atau penghinaan terhadap pihak lain yang berbeda pilihan politiknya, serta wajib untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI Bersyariah.

    Demikian Seruan ini dibuat untuk disebarluaskan. Sesungguhnya Allah SWT menjadi saksi, dan Dia adalah sebaik-baiknya saksi.

    Hasbunallaah wa Ni’mal Wakiil, Ni’mal Maulaa wa Ni’man Nashiir.
    Dewan Pimpinan Pusat – Front Pembela Islam

    Jakarta, 5 Sya’ban 1435 H / 4 Juni 2014 M


    FPI Titip 10 Amanat ke Partai Islam Untuk Capres-Cawapres Yang Mereka Usung

    Hasil Musyawarah DPP Front Pembela Islam (FPI), pada Rabu 5 Sya’ban 1435 H/ 4 Juni 2014 memutuskan, bahwa sesuai dengan Sikap Politik DPP FP...

    Selasa, 03 Juni 2014

    THE SULTANATE OF SULU DARUL ISLAM, (SSDI) REASSERTS INDEPENDENCE
    DOWNLOAD BROCHUR >> http://goo.gl/BAC1NN

    The Sultanate Of Sulu Darul Islam, (SSDI) Reasserts Independence

    THE SULTANATE OF SULU DARUL ISLAM, (SSDI) REASSERTS INDEPENDENCE DOWNLOAD BROCHUR >>  http://goo.gl/BAC1NN
    Use of the terms or words "heirs and successors" (..and The heirs succesors) is not the word Heiress Or Successors (Or The heirs successors) within the territory of North Borneolease agreement in 1878 that actually has a hidden meaning. This matter is raised by Prof. Dr. Nicholas Tarling in his book "Sulu And Sabah" on page 329, the difficulty of dismantling the surrender of the British North Borneo Territory rental payments for "Heirs and Successors" to the Sulu Sultanate, as the requirements of the Lease Agreement after the death of Sultan Jamalul Kiram-II in 1936...

    Nine heirs of the Sultanate of Sulu, led by Dayang-Dayang Hjh. Piandao. filed claims on the rental payments of North Borneo. Seven of them were women and two among them were male heirs, Datu (Sultan) Esmail Kiram-I and Datu Punjungan Kiram. Both can be considered as “heirs”, but not as well as a successor to the Sultanate of Sulu. The British had acknowledged that in the Sultanate of Sulu institution, the women can only be regarded as "heirs" but not as a "successor" to the Throne. The British were also mindful of the declaration of Philippine Commonwealth President Manuel L. Quezon, not to recognize any successor to Sultan Jamalul-Kiram-II. (This implies that, none of the Kiram lineage in particular, and the descendants of the "First Witness (Heirs)"- Sultanate of Sulu in general, can be recognized as "bridging" the Sultan Jamalul-Kiram-II).

    In view of the fact that the Sulu Sultanate institutions coluld not be abolished, it should be firmly stated that the heirs who are eligible and entitled to resume the Sultanate of Sulu institution must come from the “Second Heirs”. Since the existence of the “Second Heirs”, (family of Maharajah Adinda Aranan Puyo) their function has been to guard against the untoward deterioration of the Institution. Moreover, by referring to the Tartib (Protocol) of the Sultanate of Sulu, the throne should be rotated between the First and Second Heirs; this time being the (long overdue) turn of the Second Heirs.

    Unfortunately, between 1936-1939, none of the Second Heirs (Maharajah Adinda Aranan Family) came out to claim the right lease fee for the territory of North Borneo, although there had been already tacit recognition and acknowledgements from various quarters to that effect. The terms and specifications of the Lease Agreement has specified that, the Second Heirs (Maharajah Adinda Aranan lineage) is the other Heir of the Sultanate of Sulu with equal rights as the First Heirs. The push by the "Nine Heirs" who posed as the legitimate claimants for the Lease Payments on the North Borneoterritory, eventually forced the Court of Borneo (Judge Makaskie CFC) to recognise them there being no other claimants or protests from any source,  as entitled to receive the annual lease payment thereof.

    Real “Nine Heirs”
    The family of the "Second Heir" (Maharajah Adinda Aranan lineage) is the most  entitled to all rights in the Sultanate of Sulu (if demanded). The “Nine Heirs” (of the First Heirs) was able to fraudulently claim the lease payment for the territory of North Borneofor themselves by misleading the Court that they represent the “Nine Heirs”.. However, claims of sovereign rights over the territory of the Sultanate of Sulu now is only in the hands of the Second Heirs (Maharajah Adinda Aranan Family). Actually, the real meaning of “Nine Heirs”(to the Sultanate of Sulu) is the nine major ethnic groups that comprised the Sultanate of Sulu, not those impostors from the Kiram lineage.

    The English translation of the Lease Agreements on North Borneo in 1878, is supported by Mr. Teodoro A. Agoncillo, in his "History of the Filipino Peoples" on page 266. Where, in the translation of the Agreement, the words “Heirs and Successors” have been used four times. This reinforces the fact that the use of the terms or the word “heirs” and the relevance of the lease agreement does have meanings. The Document of North Borneo Lease translated to English contains four times the words- "Heirs And Successors"

    Probable Reasons:
    First:  His Majesty Sultan Jamalul A'zam @ Ahlam understood and acknowledged that the Sultanate of Sulu practices the rotation system between the two Heirs of the Sultanate of Sulu, as set out in the Protocol System or “Tartib” of the Sultanate of Sulu.

    Second:  His Majesty Sultan Jamalul A'zam @ Ahlam also understood, that later in the future, there are going to be so many heirs to the Sultanate of Sulu from both lineage-beneficiaries who will want to be a successor sultan to the Sultanate of Sulu. So to avoid conflict in the demands for rights in the territory of the Sultanate of Sulu and North Borneo, the terms “Heirs And Successors” must be applied. The use of the words “Heirs And Successors” in the Lease Agreement will be restricted to claims of rights in the territory of North Borneo by the Heirs or the Successors to the Sultanate of Sulu in the future. Because, only those who have been designated as among the Heirs can be a Successor according to the Protocol system or “Tartib” of the Sultanate of Sulu.

    Clearly, the declaration not to recognize any longer the Sultanate of Sulu “First Heirs” by President Manuel L. Quezon in the Memorandum of 20 September 1937, has further strengthened the fact that the rights of the First Heirs to the Sultanate of Sulu was no longer recognized, so that they can no longer act as Successors to the Sultanate of Sulu. Therefore the rights as “heirs” to the Sultanate of Sulu and relevance have passed on to the family of the Second Heirs, Maharajah Adinda Aranan Family, as the institution of the Sultanate of Sulu was not abolished, as they had no right to do so ..

    Third: H.M. Sultan Jamalul A'zam @ Ahlam probably wanted to ensure that the Second Heirs, the descendant of Maharajah Adinda Sultan Muhammad Aranan / Adanan Puyo get the right to claim on the leased territory of North Borneo, as a sign of gratitude for the influence and preference of Maharajah Adinda Sultan Mohammad Aranan / Adanan Puyo in crowning him to finally sit on the throne in 1862, although he has been matched by another claimant, Datu Daniel (Datu Amir Bahar) ..


    Thus, the use of words “Heirs and Successors” on the Lease Agreement of North Borneo territory in 1878 already contained the implicit purpose, which never occurred to anyone before.

    Heirs And Successors of Sulu Sultanate, SSDI Heirs And Succesors

    Use of the terms or words "heirs and successors" (..and The heirs succesors) is not the word Heiress Or Successors (Or The heirs s...

    In one of my nostalgic visits to Sulu some years ago, one of the ‘armchair mujahideen’ confided to me his dream. Having been nurtured through the years under the policy of “self-reliance,” he said, many of the basic problems confronting the Tausug communities in Lupah Sug (Sulu) can best be solved through the initiative of the people concerned even without the support of the international peace-loving community. Through the suggested solution, it is possible to address the Peace & Order problems to return to normalcy, if only the colonial government would shelve its evil design to keep the Tausug & SSDI perennially impoverished and in perpetual bondage. In that dream, the following were singled out from among so many of his narrations:

    1.      Water and sanitation problem.

    Priority should be given to address this particular problem because it can easily be solved since the main items are readily available. The utter lack of health centers and relevant medical supplies is exacerbated by the poor health and sanitation in villages due to lack of potable water supply. While water flows freely from the mountains and rivers, there are no serious efforts to pipe them over to the villages in dire need of water.

    2.      Education problem

    The breakdown of peace and order during most part of the last four decades has taken a heavy toll on the literacy of the Tausug (Moro) youths most of whom have grown old without attaining proper education, either Western or Islamic. This developed after public school teachers refused to serve their assignments in rural areas due to transport problem as well as the recurring peace and security hiccups. With educational institutions available only in cities and municipalities, only less than 40 per cent of school age children could avail of the opportunity.

    3.      Food and employment scarcity

    Due to political instability brought about by the unresolved Moro movements for self-determination, food supply and employment have become scarce in Muslim areas especially in the island provinces of Mindanao and Sulu. As a matter of humanitarian remedial expediency, efforts should be exerted to help develop the potential of the Tausug nationals to produce food stuff indigenously by way of natural or organic farming (land and sea) and the establishment of small-scale industries which would also in part help solve the vast unemployment problems.

    4.      Housing and Resettlement

    The over three decades of armed conflict between the government of the Republic of the Philippines (GRP) and the Moro peoples struggling for independence, have uprooted over a million people throughout Mindanao and Sulu archipelago into diaspora, nearly half-a-million of whom are still living in dire straits, mostly as refugees or internally displaced people (idp). They need humanitarian assistance to rebuild their shattered lives after their homes, work animals and paraphernalia were destroyed by the massive bombings or mis-appropriated by the enemy during military operations at the height of the conflict.

    5.      Build Infrastructures

    Infrastructures and public utilities should be built, especially those that were destroyed during the war, such as clinics, schools, mosques, madrasahs, roads, bridges, jetties and ports, etc. Inter-island transport facilities should also be made available to serve the poor farmers, fishermen and small businessmen in remote villages or islands.

    6.      Small-Scale Industries

    Small-scale industries should be put up in the island provinces of Basilan, Sulu, Palawan and Tawi-Tawi, as much as possible, to provide employment to local people and to make available manufactured halal foods and ingredients. Otherwise, barter trades between BIMP-EAGA states should be enhanced to enable Muslims to obtain halal merchandize and other supplies for local consumption.

    7.      Land and Sea farming

    Natural or organic farming should be introduced to local farmers engaged in either poultry and vegetable farming or seafood culture.  Techniques and seedlings should be made available to farmers including micro-credit facilities for them to start with. Innovative technology should be encouraged for local craftsmen to produce ‘incubators’ for hatching eggs, and ‘feedmills’ for poultry feeds.

    In view of the above and many other problems confronting the Tausugs, which have been left unattended to by the colonial government for generations, it is already incumbent upon this generation of Tausugs to take up the cudgels by supporting the formal restoration of the Independence of the Sultanate of Sulu Darul Islam, which, in the annals of the United Nations De-colonization Commission, would be the ‘icing on its cake’!

    We call upon all groups of Tausugs to show their undivided support of the Sultanate of Sulu Darul Islam (SSDI) which has already declared its formal restoration at Plaza Tulay in Jolo last November 17, 2010, has raised the Flag of Independence throughout the Sulu Archipelago and has already minted its own currency of ‘Dublon’ and ‘Pilak’ or Dinar and Dirham, recognized by the World Islamic Mint, already in circulation in some rich nations such as Singapore, Malaysia and others; and now ready for circulation in SSDI pending the formal establishment of our own BAITULMAL. In-sha-Allah!

    Your support is very crucial and indispensable. Play your role as a responsible beneficiary and be counted among the original prime movers of the Independence which took over from where the former Movement had left to venture into Autonomy. You are not a newcomer, we were only on separate boats roving towards the same direction. Now, let us unite in the interest of our beloved homeland, Tausug and Islam. You have always been a part of the Struggle, so do not squander the opportunity of being prominently playing your dignified role in this last stretch of the final Struggle. AllahuAkbar..AllahuAkbar…!

    May Allah SWT Bless our Noble Intentions, Efforts and Blood and Guts. Ameen.

    Wassalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

    A Tausug Mujahideen Dream By Hb. Moh. Zakir

    In one of my nostalgic visits to Sulu some years ago, one of the ‘armchair mujahideen’ confided to me his dream. Having been nurtured throug...
    INFO PENTING : Benteng Sunni Asy'ari Syafi'i MARKAZ SYARIAH di Puncak Syariat - Mega Mendung - Bogor - Jawa Barat mengadakan PESANTREN RAMADHAN 1435 H bersama Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Muhammad Rizieq Syihab dkk, yang akan dimulai dari tanggal 1 s/d 21 Ramadhan 1435 H.

    Materi : Aqidah Aswaja, Ulumul Qur'an, Mushtolah Hadits, Ushul Fiqih, Tsaqofah Islamiyah dan Ilmu Faro’idh.

    Kegiatan : Shalat Berjama'ah, Ifthor dan Sahur Bersama, Dzikir, I'tikaf, Dhuha, Tilawah, Khath, Khithobah, Diskusi, Riyadhoh, Tadabbur Alam dan Tarawih Satu Setengah Juz tiap malam sehingga Khatam malam 21 Ramadhan.

    Pendaftaran UMUM dan Penerimaan BANTUAN : H.Hasanuddin +62 812 9960399.
    Pendaftaran Khusus FPI : KH. Ja'far Shiddiq +62 812 13672893.
    Info lebih lanjut dapat menghubungi: Hb.Idrus Al-Habsyi +62 856 7237429 & Irwan Arsidi +62 853 33373323.

    Syarat Peserta : Pria Muslim Aqil Baligh (Usia 15 th ke atas) dan Bisa baca Al-Qur'an.

    Pembayaran INFAQ untuk Sertifikat, Buku, Jaket, Sarana dan Makan Minum selama 21 hari sebesar Rp 1.000.000.-. Bagi yang tidak mampu diupayakan Bea Siswa Ramadhan via Tes.

    Segera daftarkan putera-putri anda, belajar Islam dengan suasana pegunungan. Tempat Terbatas.'Afwan wa Syukron

    Pesantren Ramadhan, 21 Hari Bersama Habib Rizieq Syihab

    INFO PENTING : Benteng Sunni Asy'ari Syafi'i MARKAZ SYARIAH di Puncak Syariat - Mega Mendung - Bogor - Jawa Barat mengadakan PESANTR...

    Minggu, 01 Juni 2014

    Insiden penyerangan sekelompok massa kepada masyarakat yang tengah melakukan ibadah di Sleman, Yogyakarta, Kamis (29/5/2014), langsung disimpulkan pelakunya adalah anggota Front Pembela Islam (FPI) oleh beberapa media online sekuler. Padahal pihak kepolisian sendiri dalam penyidikannya menegaskan bahwa pelaku kasus tersebut adalah ulah perorangan dan tidak ada kaitannya dengan ormas tertentu.

    "Kami harapkan tidak mengait-ngaitkan peristiwa tersebut dengan keyakinan atau agama, ini perilaku perseorangan," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Agus Rianto di Mabes Polri Jakarta, Jumat (30/5/2014).

    Imam Besar FPI Habib Rizieq Syihab menyayangkan pemberiaan media-media sekuler tersebut yang tidak melakukan klarifikasi namun sudah langsung melakukan fitnah kepada FPI. Berikut klarifikasi dari Habib Rizieq melalui pesannya yang diterima Suara Islam Online, Jumat (31/5/2014) :

    Kejadian penyerangan di Sleman - Yogya lagi-lagi tanpa diklarifikasi terlebih dahulu, beberapa media online langsung menuduh FPI pelakunya, hanya karena penyerang berpakaian serba putih. Ternyata akhirnya jelas, bahwa itu dilakukan oleh warga sekitar tempat penyelenggaraan ibadah liar alias tanpa izin yang dianggap meresahkan warga sekitar. 
    Pendetanya sudah klarifikasi di TV Kompas bahwa tidak ada anggota FPI. Andaikata ada angota FPI, seperti biasa semua Media Liberal niscaya akan berlomba secara terus menerus dan berulang-ulang serta gegap gempita menyiarkannya. 
    Kepada segenap umat beragama kami serukan untuk selalu mematuhi aturan dalam membangun Tempat Ibadah secara tulus dan jujur agar tidak terjadi hal serupa di kemudian hari. Harap maklum. Terima Kasih.

    Imam Besar FPI Bantah Fitnah Media Sekuler Soal Insiden di Sleman

    Insiden penyerangan sekelompok massa kepada masyarakat yang tengah melakukan ibadah di Sleman, Yogyakarta, Kamis (29/5/2014), langsung disim...

     

    © 2015 - Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile