Selasa, 19 Januari 2016

Deradikalisasi dan Deliberalisasi


DERADIKALISASI dan DELIBERALISASI.
Oleh : Muhammad Hanif Alatas*


DERADIKALISASI

Setelah terjadinya bom Bali pada tanggal 12 Oktober 2002, Pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2002 dalam rangka menanggulangi tindakan terorisme. Presiden memberikan mandat kepada Menteri Koordinator Bidang Politik dan keamanan (Susilo Bambang Yudhoyono) untuk membuat kebijakan dan strategi nasional penanganan terorisme.

Berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Nomor: Kep-26/Menko/Polkam/11/2002 dibentuklah "Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT)"  upaya deradikalisasi terus berlanjut sampai pada tanggal 16 Juli 2010 atas rekomendasi Komisi I DPR dan assessment terhadap dinamika terorisme, Presiden Republik Indonesia menerbitakan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan mengangkat Irjen Pol (Purn) Drs. Ansyaad Mbai, M.M. sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (Keputusan Presiden Nomor 121/M. Tahun 2010).

Program deradikalisasi sangat menyita perhatian pemerintah hingga saat ini, terlebih pasca teror mengejutkan yang terjadi di Jakarta di awal tahun 2016 (Baca: Said Aqil Siradj: Indonesia Darurat Radikalisme | Republika Online Mobile - http://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/16/01/17/o13ihf301-said-aqil-siradj-indonesia-darurat-radikalisme ). Tentu, sebagai umat Islam, menciptakan kondusifitas ditengah kehidupan berbangsa dan bertanah air merupakan bagian dari tuntunan agama. Dengan kata lain, agama mendukung adanya program deradikalisasi dengan defenisi yang tidak menyimpang dari syariat Islam. karena, pada dasarnya Islam menolak tegas terorisme, baik dalam sekala kecil ataupun besar, hal tersebut bisa tergambarkan dalam sabda Nabi saw :

المسلم من سلم المسلمون من لسانه و يده 

Seorang muslim adalah mereka yang tidak menggangu muslimin lainnya dengan Lisan atau Tangannya [HR. Bukhori].  Dalam konteks kafir Dzimmi, Rasulullah saw juga bersabda :


ألا من ظلم معاهداً أو انتقصه أو كلفه فوق طاقته أو أخذ منه شيئاً بغير طيب نفسه فأنا خصمه يوم القيامة

Ketahuilah, barang siapa yang mendzholimi seorang kafir mu'ahad (Kafir yang membuat perjanjian keamanan dengan muslim), atau menghinanya, atau memaksanya untuk melakukan sesuatu diluar batas kemampuannya, atau mengambil sesuatu darinya tanpa adanya ridho, maka Akulah musuhnya di Hari Kiamat [HR. Abu Dawud] 

Jika menggangu muslim dengan tangan dan lisan, serta menghina, mendzholimi dan merampas hak-hak non muslim secara semena-mena dilarang oleh Nabi, lalu bagaimana dengan Membunuh tanpa Haq ? Menteror dengan Bom dan kontak senjata ? Islam secara tegas menolak berbagai bentuk teror  !

DELIBERALISASI

Jikalau target radikalisme dan terorisme adalah fisik, tidak kalah jahatnya liberalisme. Liberal adalah jenis kanker pemikiran yang paling berbahaya. Liberal merupakan komplikasi dari berbagai penyakit pemikiran yang disebabkan berbagai virus yang mematikan akal dan nalar serta membunuh iman, mulai dari Virus Relativisme yang menyebabkan penyakit pluralisme/inklusivisme. Virus skeptisisme yang berimbas pada penyakit sekularisme. Virus agnostisisme yang berdampak penyakit materialisme, sampai virus atheisme yang menimbulkan penyakit rasionalisme. Tidak heran, pada tahun 2005, MUI dengan tegas menerbitkan fatwa tentang kesesatan SEPILIS (sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme). 

Ironisnya, usai terbitnya fatwa tersebut hingga kini, tidak ada upaya kongkrit dari pemerintah RI untuk membendung arus liberalisasi di Indonesia. Justru sebaliknya, pemerintah malah cenderung menjadi peternak liberal. Tidak dapat dipungkiri, Produk-produk liberal seperti; legalisasi LGBT, nikah lintas agama, pribumisasi Islam, sampai rekonstruksi syariat justru lahir dari rahim kampus-kampus Islam yang dibangun oleh negara (baca: Liberalisme Islam di Indonesia, Dr. Adian Husaini). Tidak sampai disitu, LSM-LSM komporador yang menjadi kaki tangan asing dengan bebas beraksi di negri ini,  berbagai undang-undang yang bertentangan dengan syariatpun acapkali jebol, diketuk palu para dewan. Sampai disini timbul pertanyaan, bukankah pemerintah juga bertanggung jawab dalam menjaga moralitas dan nurani bangsa ? layaknya deradikalisasi, mengapa sampai saat ini kita belum mendengar wacana DELIBERALISASI ? Mengapa penyakit liberal yang sedemikian parahnya malah didiamkan, bahkan dikembangbiakkan ? 

DERADIKALISASI dan DELIBERALISASI

Ibarat orang tua yang menjaga anaknya, tentu bukan hanya menjaga dan membesarkan fisik, Namun mentalitas dan moral sang anak juga wajib dijaga dengan baik. Apa artinya badan yang besar, segar dan bugar, namun mengindap penyakit gila, kehilangan akal ?  Sebaliknya, mental yang baik dengan tubuh penuh penyakit akan menghambat banyak hal dalam kehidupan orang tersebut. karenanya Fisik dan mentalitas harus dijaga selaras,  sehingga menjadi sehat dzhohir dan bathin.

Layaknya orangtua, Undang-undang memberikan amanat kepada negara untuk menjaga lahir dan batin Rakyat Indonesia. sebagaimana Lahir mereka dijaga dari terorisme dengan upaya deradikalisasi, maka batin Juga harus dijaga dari virus liberal dengan upaya deliberalisasi.

Deradikalisasi tanpa disertai deliberalisasi akan menciptakan segudang radikalis pemikiran yang akan melucuti pakaian moralitas bangsa. 

Deradikalisasi tanpa disertai deliberalisasi akan menjadi TUNGGANGAN kaum liberal untuk memfitnah Islam dengan berbagai tudingan dusta.

Deradikalisasi tanpa disertai deliberalisasi, bukanlah menjadikan terorisme dan radikalisme sebagi target operasi yang harus di tebas, tapi ISLAM-lah  sasaran utama yang harus dilibas.

Akibat deradikalisasi yang digandrungi liberal, bom yang jelas-jelas diledakkan oleh seorang cina kafir bukan merupakan terorisme 

(baca: http://m.tempo.co/read/news/2015/10/29/078714193/kapolri-pengeboman-alam-sutera-bukan-terorisme) 

Pembakaran masjid dan penyerangan terhadap umat Islam yang sedang menjalankan solat idul fitri bukanlah radikal 

(baca: http://panjimas.com/news/2015/08/10/ustadz-ditangkap-pendeta-gidi-diundang-ke-istana/) 

Namun, pesantren dicurigai sebagai sarang teroris 

(baca: https://m.detik.com/news/berita/495313/gus-solah-ambil-sidik-jari-santri-pemerintah-tak-cerdas) 

Ulama dituduh teroris, Ormas-ormas Islam dianggap sebagai kaki tangan teroris, Al-Quran dijadikan barang bukti dalam penangkapan teroris 

(baca: http://manjanik.com/news/nasional/di-balikpapan-densus-88-kembali-jadikan-al-quran-sebagai-barang-bukti/) 

dan Syariat Jihad dianggap sebagai ajaran teror dan radikal ! Bertolak dari hal itu, umat islam yang cinta damai kecewa akan tuduhan dan penindasan ini. kekecewaan yang mendalam justru dengan subur melahirkan bibit-bibit  radikal, dan pada akhirnya, deradikalisasi ala liberal hanya meciptakan RADIKAL diatas RADIKAL.

Deradikalisasi WAJIB di-imbangi dengan deliberalisasi, agar kampanye anti radikal betul-betul memiliki defenisi yang utuh, lurus berjalan diatas relnya, tanpa penyelewengan ala liberal. Dengan demikian, stabilitas keamanan lahir dan batin betul-betul tercipta -Insya Allah- di negri ini. 

Oleh karena itu, pemerintah wajib menggalakkan DELIBERALISASI, sebagaimana sejak lama pemerintah habis-habisan menggulirkan DERADIKALISASI.

Jaga fisik Bangsa dengan DERADIKALISASI !
Jaga moral bangsa dengan DELIBERALISASI !

* Penulis adalah Waketum DPP FMI (Front Mahasiswa Islam)

About the Author

HabibRizieq.com

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Posting Komentar

 

© 2015 - Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile